Rabu, Agustus 26, 2009

FKSK Ke-2 Solo: Tinggalkan Syariah, Umat Islam Akan Selalu "Dikuyo-kuyo"

Umat Islam dimana saja, termasuk di Indonesia, selama (tetap) meninggalkan syariah dalam kehidupannya maka akan selalu “dikuyo-kuyo” (diperlakukan semena-mena, red.) oleh berbagai pihak yang tidak menghendaki umat dan agama Islam kuat di muka bumi ini, baik setelah pilpres atau sebelum pilpres atau kapan saja. Demikian kesimpulan yang mengemuka dalam diskusi rutin FKSK (Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan) Kota Solo ke-2 yang diselenggarakan oleh HDI (Hizb Dakwah Islam) dan FUI (Forum Umat Islam), Ahad (23/8), dengan mengangkat tema “Nasib Umat Islam Pasca Pilpres”.

Diskusi rutin yang kali ini menghadirkan tokoh ulama Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, tokoh muda muslim Munarman (Direktur An Nasr Institute) dan ekonom UGM yang juga tokoh muda muslim DR. Revrisond Baswir itu juga menegaskan bahwa sekuat apapun musuh-musuh Islam asalkan umat Islam teguh berpegang pada syariah, maka pastilah musuh-musuh Islam itu yang akan kalah, karena sudah merupakan kepastian janji Allah SWT bahwa umat Islam akan dimenangkan dari umat manapun.

“Makna dien itu (antara lain) adalah ideologi”, kata Ust. Abu, “yang berarti sesuatu yang mengatur hidup manusia. Karena itu ada dienulllah dan ada dienunnaas. Dienullah merupakan ideologi yang berasal dari Allah, dalam hal ini adalah agama Islam, sedangkan dienunnaas adalah berbagai ideologi yang dibuat manusia seperti ideologi komunis, kapitalis, dan sebagainya”, lanjutnya.

Amir Jamaah Anshorut Tauhid ini menegaskan bahwa sebagai ideologi maka agama Islam tidak bisa ditegakkan hanya secara kultural melainkan harus secara struktural, yaitu melalui kekuasaan, dalam hal ini sistem pemerintahan khilafah. Untuk mencapai tujuan itu, maka caranya hanyalah melalui dakwah dan jihad.

“Umat Islam harus paham benar soal ini” tandasnya.

Dalam menghadapi berbagai ideologi yang ada di dunia saat ini, umat Islam tidak perlu panik atau takut, sepanjang senantiasa bersikap ta’at dan wara’. Ta’at kepada syariah, dan wara’ yaitu menolak ataupun meninggalkan segala hal yang tidak sesuai dengan syariah. Sekalipun datang dari kalangan kafir, kalau sesuai dengan syariah maka dapat kita terima. Tetapi apabila tidak sesuai atau bertentangan maka harus kita tolak. Sebagai contoh paham nasionalisme, demokrasi dan sebagainya.

“Dengan demikian parameter kita itu adalah syariah” ujar pimpinan Pesantren Al Mukmin Ngruki, Jawa Tengah itu.

Elit Politik Islam Terbagi Dua

Munarman menyampaikan elit politik umat Islam di Indonesia yang ada sekarang ini praktis terbagi dua, yaitu mereka yang “hedonistik-konsumeris” dan yang benar-benar “pejuang Islam” atau yang disebutnya kaum mujahidin. Sayangnya yang lebih mendominasi mereka saat ini justru yang “hedonistik-konsumeris” itu, sehingga mereka mudah melakukan kompromi politik dengan meninggalkan kepentingan perjuangan Islam demi mendapatkan kekuasaan atau jabatan.

“Upaya mematahkan kaum mujahidin di seluruh dunia merupakan skenario global yang disusun oleh Pentagon (Departemen Pertahanan AS)”, ungkap Munarman.

Ketua Tim Advokasi FUI ini mengkritisi betapa pemerintah Indonesia benar-benar telah berada dalam cengkeraman asing, termasuk dalam proses penyusunan undang-undang di DPR.

“Boleh dikata setiap bantuan asing mensyaratkan adanya pembuatan undang-undang yang menguntungkan negara donor” tegasnya.

Ia mencontohkan berbagai undang-undang maupun draft undang-undang, seperti misalnya di bidang pelistrikan yang sangat menguntungkan pihak asing.

Munarman mengingatkan bahwa setelah era perang dingin berakhir, maka yang menjadi musuh “barat” tidak bisa tidak adalah umat Islam dengan ideologinya yang kuat dan hasrat besarnya untuk membentuk pemerintahan Islam di bawah sistem khilafah. AS pernah dua kali melansir perhitungan akan lahirnya kekhilafahan Islam di dunia ini, yang diperhitungkan akan bangkit antara tahun 2015-2025.

Legalisasi Kolonialisme

Revrisond Baswir memberikan sentuhan sejarah dalam diskusi tersebut. Ia mengigatkan kita betapa kolonialis tidak rela begitu saja melepaskan Indonesia dari cengkeraman mereka. Sewaktu diadakan KMB (Konferensi Meja Bundar) di Den Haag, antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda tanggal 23 Agustus-2 November 1949, yang antara lain salah satu butir kesepakatannya adalah Republik Indonesia harus bersedia mengambil alih hutang Pemerintah Kolonial Belanda di Indonesia. Jadilah Indonesia berkubang hutang dari waktu ke waktu.

Pada masa pemerintahan Soeharto, Indonesia memiliki hutang luar negeri sebesar US$54M, tanpa hutang dalam negeri. Tapi kini Indonesia memiliki hutang luar negeri bahkan hutang dalam negeri yang total keseluruhan besarnya meroket menjadi US$165M.

Sejalan dengan Munarman, Mas Sony demikian nama akrab Revrisond Baswir, juga mengatakan bahwa Negara-negara donor telah menjajah Indonesia melalui hutang-hutang tersebut dengan menghisap kekayaan Indonesia melalui berbagai produk undang-undang. Inilah yang dia sebutkan sebagai legalisasi kolonialisme di negerii ni. Dan Sony mensinyalir jatuhnya pemerintahan Soekarno karena mau coba-coba melepaskan diri dari cengkeraman asing, Negara AS.

Diskusi yang digelar di Wisma Batari, Solo, Jawa Tengah itu dipenuhi sekitar 1200 pengunjung. Banyak yang tidak dapat tempat duduk, hingga host M. Luthfie Hakim mempersilakan sebagian hadirin untuk duduk di karpet panggung pembicara, bahkan banyak yang rela duduk di lantai baris terdepan. Diskusi FKSI Solo kali ini didukung oleh tabloid Suara Islam, Hadis, HizFM, dan Islamadina. (Luthfie Hakim/suara-islam.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar