Sabtu, April 18, 2009

KH M. Al Khaththath : Partai Islam Jeblok, Tetap Semangat !

Pemilu 2009 merupakan pemilu terburuk dalam catatan sejarah Umat Islam di Negara Republik Indonesia. Pasalnya, hasil perolehan suara sementara (baik quick count lembaga-suvfey maupun real count KPU) partai-partai Islam jeblok, lebih jelek dari perolehan pemilu-pemilu sebelumnya. Pada saat tulisan ini di buat (13 April 2009 pukul 17.53) rangking 1,2,3 di duduki Partai Demokrat (20,23%), Golkar (14,42%), PDIP (14,35%). Partai-partai Islam dan berbasis massa Islam menduduki rangking 4,5,6 dan 7, yakni PKS (8,45%), PAN (6,46%), PPP (5,56%), dan PKB (5,17%). PBB yang kelihatannya paling tampak mengusung syariah hanya menempati rangking 10 dan belum ada tanda-tanda lulus parliamentary threshold karena baru mencapai 1,904%. Sementara partai-partai Islam yang lain seperti PKNU, PBR, PNUI, dan PMB mendapatkan suara yang lebih kecil lagi.

Tentu keadaan ini sangat menyedihkan. Apalagi ada komentar dari suatu media atas hasil pemilu yang memprihatinkan tersebut, bahwa ternyata partai-partai berbasis agama (tentu yang dimaksud khususnya partai Islam) ternyata tidak diminati pemilih.

Dalam melihat fenomena hasil pemilu tersebut ada beberapa perspektif :

Pertama, kelompok sekuler akan mendapatkan dalil bahwa semakin sekuler suatu partai, akan semakin diminati masyarakat. Tentu rekomendasi mereka agar partai-partai Islam bergeser ke tengah, maksudnya semakin sekuler.

Kedua, kelompok golput yang memiliki persepsi bahwa pemilu haram karena berada dalam sistem demokrasi. Mereka mendapatkan dalil bahwa Islam tidak bisa dimenangkan melalui pemilu dan mustahil berjuang mengubah sistem Islam melalui parlemen. Rekomendasi mereka, tinggalkan pemilu, tegakkan syariat dengan dakwah dan jihad.

Ketiga, kelompok yang memandang bahwa parlemen adalah tempat berjuang umat Islam untuk membela kepentingan Islam dan Umat Islam. Kelompok ini memandang sekalipun suara partai Islam turun, partai Islam tidak boleh keluar dari parlemen. Sebab, kalau tidak ada yang berjuang di sana, kepentingan umat Islam diabaikan!.

Tentu saja ketiga kelompok di atas sah-sah saja menggunakan argumentasi masing-masing. namun dalam prespektif dakwah Islam, perlu ada pencerahan bahwa dakwah Islam itu wajib diemban oleh setiap muslim, terlebih kelompok, gerakan, ormas, dan parpol Islam. Dan dakwah itu mesti dilakukan di mana saja, kapan saja dan kepada siapa saja.

Artinya, perlu ada strategi dakwah terpadu yang memetakan wilayah kerja dakwah. Sebut saja ada wilayah kerja dakwah perkotaan dan pedesaan, perkampusan, perkampungan dan lain-lain termasuk dakwah di dalam dan di luar parlemen. Juga perlu ada pembagian kerja yang jelas serta perlu ada komunikasi dan koordinasi antara aktivis dakwah di luar dengan para aktivis dakwah di dalam parlemen.

Anggota parlemen yang punya fungsi utama membuat undang-undang (legislasi) dan mengawasi pemerintah (control) harus bekerja dalam kerangka dakwah untuk senantiasa memberikan penjelasan kepada seluruh anggota parlemen bahwa hak membuat hukum ada pada Allah SWT (QS. Al An'am 57) sehingga tugas parlemen adalah bersama presiden mengesahkan syari'at Allah sebagai undang-undang yang berlaku.

Dalam hal ini mereka harus memiliki argumentasi yang kuat, baik yang sifatnya dalil naqli (Al Qur'an, Sunnah, Ijma', Qiyas) untuk meyakinkan para anggota parlemen yang muslim, maupun dalil Aqli (berupa data dan logika) untuk meyakinkan para anggota parlemen yang tidak mempercayai dalil-dalil naqli di atas, baik yang non muslim maupun yang berpikir sekuler.

Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, para aktivis partai-partai Islam harus bekerja sungguh-sungguh untuk mengawasi dan mengoreksi pemerintah serta mengkritiknya atas ketidaksesuaian kebijakan pemerintah dengan syari'at Islam dan ketidak berpihakannya terhadap rakyat yang mayoritas umat Islam ini.

Di sinilah akan teruji betul apakah para aktivis dakwah kita di dalam parlemen betul-betul memiliki kemampuan berdikusi dan berdebat dengan baik (QS. An Nahl 125), berbekal argumentasi yang kuat, baik dalil syar'i, maupun data-data dan kekuatan logika, serta memiliki kemampuan retorika yang unggul sehingga mampu menarik simpati para anggota parlemen yang lain, baik muslim maupun non muslim, untuk menyetujui dan berkomitmen mendukung pengesahan syariah sebagai UU.

Satu hal lagi yang tidak boleh dilupakan, bahwa partai-partai Islam memang harus di dukung oleh berbagai gerakan dakwah yang bergerak di luar parlemen dengan berbagai data dan informasi, baik yang bersifat ilmiyah, tsaqafiyah, maupun siyasiyyah, sehingga kerjasama yang baik dalam kerangka ukhuwwah Islamiyyah itu akan melahirkan kekuatan politik Islam yang riil, walau kursi mereka di parlemen sedikit.

Jadi, biar perolehan suara jeblok, partai Islam harus tetap semangat berjuang lii'lai kalimatillah di dalam parlemen dan membuktikan bahwa hanya syariah solusi segala permasalahan bangsa. Wallahua'lam (MAK)

1 komentar:

  1. subhanallah, ternyata HDI itu lebih bijak dalam melihat perbedaan dalam umat islam. saya kira HDI itu mirip HTI, yg sering memojokkan umat islam lainnya.

    walaupun HDI tidak berjuang dalam parlemen, ternyata HDI masih mau menggunakan kata-kata yg lembut dan santun.

    salut untuk HDI, mudah2an HDi menjadi motor penggerak persatuan Umat islam, minimal di indonesia lah.

    BalasHapus