Selasa, Juni 09, 2009

KH. Abd. Rasyid Abdullah Syafii : Sistem Ekonomi Riba Pasti Musnah

Suara Islam edisi 68.

Firman Allah SWT:

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. (QS. Al Baqarah 275-276).

Tafsir ayat riba

Muhammad Ali As shabuni dalam Tafsir Ayatul Ahkam mengatakan bahwa maksud “makan” pada ayat di atas adalah mengambil dan membelanjakannya. Digunakannya kata makan di sini mengingat maksud utama mengambil dan membelanjakan riba adalah untuk dimakan. Sebab makan adalah memenuhi kebutuhan pokok. Membelanjakan untuk keperluan lain adalah memenuhi kebutuhan sekunder. Selain itu kata “makan” ini sering dipakai dengan arti mempergunakan harta orang lain dengan cara yang tidak benar.

Para pemakan riba dalam ayat di atas dipersamakan dengan orang-orang yang kesurupan merupakan ungkapan yang halus sekali. Yakni, Allah SWT memasukkan riba ke dalam perut mereka itu sehingga memberatkan mereka. Hingga mereka sempoyongan, jatuh bangun. Itu akan menjadi tanda mereka nanti di hari kiamat sehingga semua orang mengenalinya.

Para memakan riba itu keterlaluan di dalam menganggap riba sama dengan jual beli yang halal, yakni mereka menghalalkan riba seperti jual beli padahal Allah SWT menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Allah SWT akan memusnahkan riba dan menumbuhkan shadaqah atau zakat. Para pemakan riba mencari keuntungan dengan muamalah riba. Sedangkan para penolak bayar zakat hendak mencari keuntungan dengan menolak membayar zakat yang telah disyariatkan Allah SWT agar diambil dari sebagian harta orang muslim untuk disucikan. Allah SWT justru menerangkan bahwa riba itu menyebabkan kurangnya harta dan menjadi sebab tidak berkembangnya harta. Sedangkan zakat adalah penyebab tumbuhnya harta dan bukan penyebab berkurangnya harta.

Hukum Riba

Dalam ayat di atas jelas haramnya riba. Allah SWT berfirman:

“Orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.

Keharaman riba itu ditegaskan kembali oleh Allah SWT dalam firman-Nya:

278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.

279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS. Al Baqarah 278-279).

Riba dengan segala macamnya diharamkan berdasarkan nas-nas yang tegas di atas, Sedikit ataupun banyak hukumnya sama. Tepat sekali apa yang difirmankan Allah: “Allah menghapuskan riba dan menumbuhkan zakat, dan Allah tidak suka setiap orang yang tetap dalam kekufuran dan banyak berbuat dosa”.

Riba yang diharamkan oleh Islam itu ada dua macam: riba nasiah dan riba fadhl. Riba nasiah adalah seorang menghutangi uang dalam jumlah tertentu kepada seseorang dengan batas tertentu, misalnya sebulan atau setahun, dengan syarat berbunga sebagai imbalan batas waktu yang diberikan itu.

Ibnu Jarir berkata: Di zaman jahiliyah biasa terjadi seseorang meminjami uang kepada orang lain untuk waktu tertentu. Kemudian apabila batas waktu yang diberikan itu sudah habis, ia minta uang tersebut untuk dikembalikan. Lalu orang yang berhutang tadi mengatakan kepada yang memberi hutang : Berilah aku waktu dengan uangmu itu akan kubayar lebih. Lalu keduanya sepakat untuk melaksanakan. Itulah riba yang berlipat ganda. Kemudian mereka masuk Islam dan dilarangnya praktek seperti itu”.

Riba semacam inilah yang kini berlaku di bank-bank dimana mereka mengambil keuntungan tertentu, sebesar sekian persen-sekian persen.

Riba fadhl adalah manakala seseorang menukarkan barangnya dengan barang sejenis dengan suatu tambahan. Misalnya gandum 1 kg dengan gandum 2 kg. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda:

“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, beras dengan beras, kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus ditukar dengan setara dan kontan. Siapa saja yang menambah atau minta tambah berarti telah berbuat riba. Yang menerima dan memberi adalah sama” (HR. Muslim).

Dalam hadits lain dikatakan: “Tetapi kalau jenis-jenis itu berbeda maka juallah/tukarlah sesukamu, asal secara kontan” (HR. Muslim).

Riba fadhl ini kini terjadi pada bursa-bursa barang (future trading) maupun bursa-bursa uang.

Bahaya system riba

Apapun jenisnya, riba dilaknat oleh Allah dan Rasul-Nya. Diriwayatkan bahwa sahabat Jabir r.a. berkata:

“Rasulullah saw. melaknat orang yang makan riba, yang memberi makan riba dengan harta riba, penulis riba, dan saksi riba—dan dia bersabda—semuanya sama”.

Dan perbankan ribawi inilah yang kini mengendalikan system perekonomian dunia. Bahkan bank-bank sentral di berbagai negara pun kini tidaklah di bawa kendali kepala negara, tetapi justru di bawah kendali IMF dan Bank Dunia yang merupakan alat dari para rentenir kelas dunia.

Di samping itu system perekonomian dunia dikendalikan dengan on line-nya system bursa di seluruh dunia dan berbagai perundangan yang meliberalkan system keuangan dan modal yang kerap menimbulkan krisis keuangan dan sangat rentan dengan pelarian modal (capital flight). Sistem pasar saham dan pasar uang yang merupakan riba (riba fadhl) inilah yang telah menjatuhkan bursa saham dan bank-bank pada tahun 1930-an (great depression) sehingga menjadi krisis global selama 10 tahun yang menyebabkan terjadinya perang dunia kedua (1939). Dan inilah yang terjadi pada krisis global hari ini di mana bank-bank dan perusahan skuritas di AS berjatuhan.

Kesimpulan

Sistem perekonomian ribawi yang dilaknat Allah adalah system yang menguntungkan segelintir konglomerat dan para bankir namun menyengsarakan mayoritas penduduk dunia. Sistem ekonomi tersebut secara siklik akan mengalami krisis karena hakikat dari system ribawi adalah tidak mendorong pertumbuhan harta tapi sekedar pertumbuhan modal yang itu lebih merupakan permainan angka-angka karena mayoritas system ekonomi ribawi itu adalah sector non riil. Lebih dari itu, system tersebut adalah system yang diharamkan dan dilaknat oleh Allah SWT sehingga tidak ada keberkahan di dalamnya. Wallahua’lam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar